TAGAR-NEWS.com – Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Gerry Yasid, SH MH. telah mendapat delegasi dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana untuk melakukan ekspose dan menyetujui Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Perkara Tindak Pidana atas nama Tersangka PUTU ANDIKA WAHYU INDRA PERDANA yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP Jo Pasal 367 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian. Senin 24 Januari 2022
Yang mana dalam kasus singkatnya, Tersangka PUTU ANDIKA WAHYU INDRA PERDANA yang merupakan cucu kandung dari Saksi Korban NYOMAN PUSPANDA dan pada Oktober 2021 bertempat di rumah Saksi korban NYOMAN PUSPANDA, telah mengambil 1 (satu) buah kompresor milik Saksi korban NYOMAN PUSPANDA yang disimpan di gudang dengan cara mengambil kunci gudang yang di gantung di rumah Saksi korban.
Kemudian tersangka membuka gudang dengan menggunakan kuncinya lalu mengambil 1 (satu) buah kompresor kemudian Tersangka menjualnya kepada Saksi GEDE ARYA ALIAS METAL seharga Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah). Kemudian masih pada bulan Oktober 2021 Tersangka mengambil 1 (satu) unit TV LED merk Polytron 32 Inc yang terpasang di kamar tersangka kemudian Tersangka jual kepada Saksi KOMANG SARJANA seharga Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Selanjutnya pada November 2021, tersangka mengambil 1 (satu) unit TV Tabung Merk Toshiba 29 Inc yang berada di ruang tamu Saksi korban NYOMAN PUSPANDA, kemudian tersangka menjualnya kepada Saksi GUSTI KETUT SURADNYANA dengan harga Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah). Bahwa uang hasil penjualan barang-barang tersebut telah habis dipergunakan Tersangka untuk bermain judi;
Akibat perbuatan Tersangka, Saksi korban NYOMAN PUSPANDA mengalami kerugian sebesar Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah)
Diketahui, Motif tersangka mengambil tanpa izin barang milik saksi korban NYOMAN PUSPANDA adalah untuk dijual, dimana hasil dari penjualan barang-barang tersebut digunakan tersangka untuk keperluan pribadi.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana/belum pernah dihukum
- Pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana paling lama 5 (lima) tahun;
- Tersangka dan korban memiliki hubungan keluarga antara cucu dan kakek kandung;
- Telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada tanggal 29 Desember 2021 dan tanggal 18 Januari 2022, setelah Perkara ditangani oleh Kejaksaan Negeri Buleleng (setelah Tahap II).
- Terhadap barang bukti sudah dilakukan penyitaan sehingga dapat dikembalikan kepada korban dan keadaan dapat dipulihkan kembali seperti semula.
- Apabila perkara ini dilanjutkan dikhawatirkan akan mengakibatkan hubungan kekeluargaan antara tersangka dan korban menjadi renggang.
- Tersangka melakukan perbuatan tersebut akibat salah pergaulan karena kurangnya kasih sayang orang tua, ayah tersangka meninggal dunia sejak tersangka berumur 2 tahun dan ditinggal ibunya pulang kerumah asalnya sejak kelas 1 SD sehingga tersangka hanya diasuh dan dirawat oleh kakeknya yang tidak bisa memberikan perhatian penuh selayaknya orang tua kandungnya.
- Masyarakat merespon positif.
- Setelah proses RJ selesai tersangka akan tinggal bersama pamannya di Denpasar agar tersangka tidak kembali ke pergaulan yang sama sehingga tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Sebelum diberikan SKP2, Tersangka telah di lakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh Tokoh Masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian.
Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng selanjutnya akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Sumber: Kepala Pusat Penerangan Hukum