JAKARTA, TAGAR-NEWS.com – Presiden Joko Widodo memerintahkan ada langkah-langkah cepat dalam Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Perintah Presiden yang disampaikan Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD itu upaya untuk memberantas simpul-simpul TPPO kerap terkendala, seperti karena masalah birokrasi dan adanya pihak yang memberikan sokongan terhadap tindak pidana ini.
Oleh karena itu, Presiden mengingatkan kepada aparat pemerintah untuk tidak memberikan sokongan terhadap tindak kejahatan TPPO ini. Guna memenuhi instruksi Presiden, Kejaksaan Agung terus berkomitmen mengusut tuntas dan melindungi korban TPPO.
Tercatat, sebanyak 496 perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ditangani oleh kejaksaan seluruh Indonesia dalam kurun waktu 2021 hingga 2023. Dari jumlah tersebut dirinci, pada 2021 terdapat 148 perkara TPPO, kemudian 2022 sebanyak 165 perkara dan sepanjang 2023 terdapat 183 perkara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyampaikan Kejaksaan Agung terus berupaya dalam memberikan perlindungan terhadap korban dan penegakan hukum kasus TPPO.
“Kami memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada para korban TPPO,” ujarnya
Salah satu kasus di luar negeri yang ditangani Atase Kejaksaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok berhasil memberikan bantuan hukum kepada 6 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yakni Eric Febrian, Raindy Wijaya, Hendriant Tritrahadi, Chelsy Alviana, Andrian, dan Andrean Faust, yang merupakan korban dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Keenam WNI korban dari TPPO tersebut diamankan di Provinsi Chiang Rai, Thailand setelah diseberangkan secara ilegal dari Tachilek, Myanmar. Oleh karenanya, keenam korban dari TPPO tersebut dilakukan penahanan karena dianggap melarikan diri dan tidak menghadiri persidangan atas dakwaan illegal entry, penyebaran penyakit menular lain, dan pelanggaran protokol Covid-19 pada Juli 2022.
Setelah didampingi Atase Kejaksaan RI di Bangkok, penghentian penuntutan dengan alasan korban dari TPPO ini merupakan sejarah penghentian penuntutan pertama di Thailand.
Ketut mengungkapkan Kejaksaan Agung terus berupaya dalam memberikan perlindungan terhadap korban dan penegakan hukum kasus TPPO.
“Kami memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada para korban TPPO,” jelasnya melalui siaran pers yang dikeluarkan Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. Sabtu 19 Agustus 2023.
Ia meminta kepada para jaksa agar memprioritaskan dan mengambil langkah cepat dalam penanganan kasus TPPO, dan kemudian melindungi para korban.
Ketut juga mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sering dihadapi oleh para pekerja migran di antaranya, permasalahan dokumen kelengkapan biaya penempatan berlebih, overstay, gaji tidak dibayar, penganiayaan, pemerkosaan, bahkan terjadi perdagangan orang serta kasus pidana lainnya, dan mayoritas menimpa perempuan pekerja migran Indonesia.
Selain itu sejak Februari 2021, Kejaksaan Agung telah bekerjasama dengan International Organization for Migration (IOM) Indonesia membangun platform Sistem Integrasi Data Perkara TPPO dan website jampidum.kejaksaan.go.id yang sudah difungsikan.
“Website tersebut berisi tentang sistem informasi perkara penuntutan untuk seluruh perkara tindak pidana umum yang ditangani oleh seluruh satuan kerja baik Cabang Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung,” ungkapnya
Pada setiap tahapan penanganan perkaranya, disajikan berdasarkan data statistik tahun perkara, jenis pidana, jenis perkara, penerimaan berkas, usia tersangka/terdakwa, peta kriminal dan lain-lain.
Khusus terkait dengan penanganan TPPO, sistem integrasi data perkara ini dikembangkan agar masyarakat dan seluruh anggota Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, termasuk aparat penegak hukum di seluruh Indonesia dapat menelusuri perkembangan penuntutan, termasuk mendapatkan informasi mengenai jenis hukuman, profil pelaku, jenis kelamin, usia korban, permohonan restitusi, dan modus operandi yang berkembang.
Ketut juga menerangkan, bentuk komitmen Kejaksaan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan pekerja migran Indonesia adalah dengan menempatkan perwakilan Kejaksaan di luar negeri yang terdapat di beberapa negara seperti Singapura, Bangkok, Hongkong dan Riyadh Arab Saudi.
“Perwakilan di luar negeri memiliki peran secara aktif memberikan pendampingan, sosialisasi dan advokasi terhadap berbagai permasalahan hukum para pekerja migran Indonesia, termasuk memperjuangkan dari jeratan hukuman mati,” jelas Ketut.*