Artikel Kotamobagu Politik

Jainuddin Damopolii Kritik Issu “Darah” YSM

KOTAMOBAGU, TAGAR-NEWS.com – Pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Kotamobagu, dr. Weny Gaib – Rendy Virgiawan Mangkat SH, MH, menggelar kampanye dialogis dan tatap muka di Desa Bilalang Satu, Kecamatan Kotamobagu Utara, Senin 14 Oktober 2024.

Kegiatan kampanye dialogis itu dihadiri penuh antusias oleh ribuan masyarakat di Desa Bilalang Satu.

Tokoh Budaya, tokoh masyarakat Bilalang Satu yang hadir, turut memberikan sambutan atas kehadirian paslon dengan jargon The Winner tersebut.

Tidak terkecuali datang dari tokoh pendidikan Bolaang Mongondow Raya (BMR) yang sekaligus mantan wakil Walikota Kotamobagu, Drs Hi Jainuddin Damopolii.

Dalam kesempatannya, JaDi menyorot soal issu Doa, Duit dan Darah, yang sengaja dimainkan oleh salah satu Tokoh Politik, mantan Bupati Bolaang Mongondow, Yasti Soepredjo Mokoagow, sekaligus anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan yang baru saja dilantik.

Menurutnya, issu “Darah” yang sengaja dimainkan oleh YSM, tidak mencerminkan watak dan perilaku masyarakat Bolaang Mongondow Raya.

“Tokoh adat dan masyarakat Mongondow, merasa bahwa pendekatan yang dilakukan YSM dianggap kurang mencerminkan nilai-nilai dan karakter masyarakat Mongondow, terutama yang berkaitan dengan konsep “darah” atau asal-usul budaya,” ucapnya.

Lanjut Jainuddin Damopolii, masyarakat Mongondow dikenal dengan nilai-nilai kearifan lokal, sopan santun, dan keterbukaan dalam berkomunikasi.

Namun, dalam beberapa kesempatan, YSM terlihat menggunakan retorika yang dinilai lebih keras dan terkesan memecah belah, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebersamaan dan persatuan yang dijunjung tinggi oleh suku Mongondow.

“Kami menghormati setiap calon yang maju, tetapi kampanye yang dilakukan harus tetap mencerminkan karakter orang Mongondow. Kita selalu mengutamakan persatuan, sopan santun, dan menghargai satu sama lain, bukan dengan cara memprovokasi atau membuat perpecahan,” jelasnya.

Beberapa pendukung The Winner menyatakan bahwa gaya kampanye tersebut merupakan bentuk dari strategi politik modern, sementara yang lain merasa kecewa karena dianggap tidak sejalan dengan budaya Mongondow yang kental dengan adat istiadat.**