PALU, TAGAR-NEWS.COM – Komunitas Satu Indonesia Peduli Danau Poso merilis, pada Bulan Juni lalu Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2021 Tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.
Dalam Pepres ini terdapat 15 Danau yang ditetapkan sebagai prioritas penyelamatan Danau.
Berikut 15 Danau yang prioritas diantaranya, Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Singkarak dan Danau Maninjau di Sumatera Barat, Danau Kerinci di Provinsi Jambi, Danau Rawa di Provinsi Banten, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah, Danau Batur di Provinsi Bali.
Kemudian Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Kaskade Mahakam di Kalimantan Timur, Danau Sentarum di Kalimantan Barat, Danau Limboto di Provinsi Gorontalo, Danau Poso di Provinsi Sulawesi Tengah, Danau Tempe dan Matano di Sulawesi Selatan, dan Danau Sentani di Provinsi Papua.
Dalam Perpres ini, salah satu danau yang ditetapkan untuk upaya penyelamatan adalah Danau Poso. Tak dipungkiri, di Danau Poso memang terdapat banyak masalah yang mesti diselesaikan, bahkan dalam Perpres ini telah menyebutkan sepuluh masalah yang ada.
Namun bila melihat Perpres nomor 60/2021 Tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional ini, justru tidak menjawab persoalan kongkrit di Danau Poso. Terkesan permasalahan Danau Poso yang dijelaskan dalam Perpres ini asal-asalan dan bukan persoalan pokok yang terjadi di Danau Poso.
Menurut Koordinator Satu Indonesia Peduli Danau Poso, Stevandi, Persoalan pelik di Danau Poso saat ini adalah aktivitas pengerukan di outlet Danau Poso yang dilakukan oleh perusahan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) PT. Poso Energi milik mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla, sayangnya dalam Perpres ini tidak menjelaskan sama sekali persoalan pengerukan ini dalam sepuluh masalah yang ada di Danau Poso.
Vandi menambahkan, Dalam kajian Satu Indonesia Peduli Danau Poso, yang dipublikasi pada bulan April 2021 lalu, pengerukan yang dilakukan oleh PT. Poso Energi ini telah melanggar kurang lebih 13 Peraturan Perundang-undangan yang mana dalam undang-undang itu mencakup aspek lingkungan, nilai-nilai kearifan lokal, kebencanaan, dan sebagainya.
Dalam kajian yang sama, Satu Indonesia Peduli Danau Poso melihat bahwa, aktivitas pengerukan yang dilakukan PT. Poso Energi juga merupakan aktivitas illegal karena mengabaikan ketentuan-ketentuan peraturan yang ditetapkan oleh negara.
Alhasil, aktivitas itu telah melahirkan berbagai macam kerugian baik materil dan inmateril.
“Kembali kepersoalan Perpres, ia menilai regulasi ini justru memiliki potensi pembatasan bahkan penyingkiran masyarakat lokal yang sudah beratus-ratus tahun beraktivitas di Danau Poso,” bebernya.
Menurutnya, bila pemerintah mau serius menyelamatkan danau di Indonesia, harus melihat nilai-nilai kearifan lokal masyarakat yang ada di wilayah sekitar danau, sehingga regulasi yang akan dilahirkan tidak menafikan keberadaan masyarakat lokal bahkan regulasi yang akan dilahirkan nantinya akan mendudukung potensi penyelamatan danau yang dikaitkan dengan nilai-nilai masyarakat lokal yang ada.
“Ini lebih efektif dilakukan ketimbang Perpres nomor 60/2021 ini yang cenderung berpotensi menjadi ancaman buruk bagi masyarakat di masa yang akan datang. Bagi kami Perpres ini harus dicabut karena akan menjadi ancaman bagi warga lokal di masa yang akan datang,” tutup Stevandi.
AJI