KOTAMOBAGU, TAGAR-NEWS.com – Kejaksaan Agung (kejagung) menyetujui permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif (restoratif justice) yang diajukan kejaksaan negeri (kejari) kotamobagu, selasa 8 Maret 2022.
Perkara yang dihentikan tersebut yakni tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam pasal 351 Ayat 1 KUHP dengan tersangka atas nama Eko Cahyo Ginoga alias Eko.
Sebelumnya Perkara Restorative Justice tersebut telah dilakukan ekspose oleh Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi (kajati) Sulawesi Utara (Sulut) Fredy Runtu SH melalui Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Jeffry Maukar SH MH, Kepala Seksi Oharda Cherdjariah SH MH, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Theodorus Rumampuk SH MH. Dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kotamobagu Hadiyanto, S.H didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (kasipidum) Andi Oddang Moh Sunan Tombolotutu SH MH, serta Jaksa Fungsional Yohanes Mangara Uli Simarmata SH dan Theresia Pingky Wahyu Windarti SH, secara virtual dengan Jaksa Agung Tindak Pidana Umum (jampidum) Dr. Fadil Zumhana SH MH dan Direktur Oharda Agnes Triyanti SH MH.
Keputusan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative Justice yang dikeluarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kotamobagu diberikan karena adanya kesepakatan perdamaian antara tersangka Eko Cahyo Ginoga dan korban Sunardi Salimin dihadapan keluarga korban, pendamping tersangka dan perwakilan masyarakat serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bertindak sebagai fasilitator Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (kasipidum) Andi Oddang Moh Sunan Tombolotutu SH MH dan Theresia Pingky Wahyu Windarty SH, pada 24 Februari 2022 bertempat di kantor Kejaksaan Negeri kotamobagu.
Dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan keluarga korban yang hadir pada saat perdamaian atas kesalahan dan perilaku yang tidak pantas serta tidak layak yang dilakukan tersangka yang pada saat itu sedang dipengaruhi minuman keras menganiaya korban.
Korban pun bersama keluarga telah memaafkan perbuatan dan kesalahan tersangka secara ikhlas dan lapang dada serta bersepakat dengan tersangka untuk berdamai.
Maka berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative Justice, perkara pidana atas nama tersangka Eko Cahyo Ginoga dinyatakan ditutup demi hukum dan tidak dilanjutkan ke tahap persidangan.
Terwujudnya perdamaian karena Jaksa sebagai Fasilitator mencoba mendamaikan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang disaksikan oleh keluarga korban, pendamping pihak tersangka dan perwakilan masyarakat yang hasilnya tersangka meminta maaf atas kesalahan dan perilaku yang tidak pantas serta tidak layak yang dilakukan oleh tersangka yang pada saat itu sedang dipengaruhi minuman keras dengan
menganiaya korban dan saksi korban secara ikhlas telah memaafkan tersangka.
Sehingga Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tersebut berpendapat untuk menghentikan Penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative dan perkara tidak perlu dilimpahkan ke Pengadilan.
Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative dilaksanakan oleh tersangka dan saksi korban yang disaksikan oleh keluarga korban, pendamping pihak tersangka dan perwakilan masyarakat serta fasilitator maupun Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kotamobagu.
Dari perkara Tindak Pidana Umum yang dilakukan Ekspose tersebut Jaksa Agung Tindak Pidana Umum (jampidum) Dr. Fadil Zumhana, S.H., M.H didampingi Direktur Oharda AGNES TRIYANTI, S.H., M.H memberikan persetujuan untuk dilakukan Restorative Justice dan selanjutnya akan dilaksanakan Penghentian Penuntutan oleh Kejaksaan Negeri Kotamobagu.
Bahwa perkara Tindak Pidana tersebut dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative Justice oleh karena telah memenuhi syarat untuk dilakukan Restorative Justice.
Adapun syarat Restorative Justice yang dilakukan terhadap perkara penganiayaan atas nama tersangka Eko Cahyo Ginoga adalah sebagai berikut:
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana
2. Tindak pidana yang disangkakan diancam pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun
3. Tindak Pidana yang dilakukan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Dan memenuhi kerangka pikir keadilan restoratif antara lain dengan memperhatikan keadaan:
a. Kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi;
b. Penghindaran stigma negative;
c. Penghindaran pembalasan;
d. Respon dan keharmonisan masyarakat;
e. Kepatuhan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Dan mempertimbangkan:
a. Subjek, objek, kategori dan ancaman tindak pidana;
b. Latar belakang terjadinya/dilakukannya tindak pidana;
c. Tingkat ketercelaan;
d. Kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana;
e. Cost and benefit penanganan perkara;
f. Pemulihan kembali pada keadaan semula;
g. Adanya perdamaian antara korban dan tersangka.
Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kotamobagu akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Editor: Helmi